Suatu ketika Lukman Al Hakim berwasiat kepada anaknya, “wahai anakku, cukupkanlah dirimu dari kefakiran dengan kerja yang halal!”, sesungguhnya orang yang meminta-minta niscaya akan ditimpakan empat karakter, yaitu; pertama, ia telah memperbudak agamanya; kedua, lemahnya akal; ketiga, kepribadian akan hilang dan keempat Orang akan meremehkannya.

Sesungguhnya bekerja menghasilkan rezeki adalah salah satu bentuk ibadah yang murni dan mulia. Dengan bekerja adalah menunjukkan bentuk ketaatan terhadap perintah Allah dan kepatuhan terhadap perintah Rasulullah Saw.

Firman Allah, “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dean ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. “ (QS Al Jumu’ah [62]: 10)

Ingatlah rezeki tidak datang secara kebetulan, sungguh setiap makhluk itu memeiliki rezeki yang dicapai saat ia berusaha menggapai dan menuntutnya. Sesuai dengan sunatullah Allah yang tidak membeda-bedakan satu orangpun, siapa yang bekerja dialah yang dapat.

Sudah amat  jelas dan gamblang, Allah dan Rasul-Nya memerintahkan seseorang untuk bekerja. Lantas kenapa seseorang diharuskan untuk bekerja?

Pertama, Seorang Muslim diperintahkan bekerja, untuk memenuhi kebutuhan pribadi dengan harta yang halal, mencegahnya dari kehinaan meminta-minta, dan menjaga tangannya agar tetap berada di atas.

Kedua,   Bekerja diwajibkan demi terwujudnya keluarga yang sejahtera. Tanggung jawab seorang suami sebagai kepala keluarga adalah memberikan nafkah yang halal dan thayib bagi istri serta anak-anaknya. Dalam hadits di atas digambarkan bahwa seorang yang mencari nafkah untuk anaknya yang kecil itu sama dengan fisabilillah.

Ketiga, Walaupun seseorang tidak membutuhkan pekerjaan, karena kebutuhan diri dan keluargannya telah terpenuhui, ia tetap wajib bekerja untuk masyarakat sekitarnya.

Suatu ketika ada seorang tua renta bernama Abu Darda r.a.  sedang menanam pohon kenari. Saat itulah lewat seseorang dan bertanya kepadanya, “Untuk apa kamu menananm pohon itu? Kamu sudah tua, sedangkan pohon itu tidak akan berbuah kecuali sesudah sekian tahun” Abu Darda menjawab, ”alangkah senangnya hatiku bila mendapatkan pahala darinya, karena orang lain yang akan makan hasilnya.”

Begitulah Abu Darda telah memberikan teladan bagaimana seharusnya seorang Muslim tentang bersikap tentang kehidupannya.

Ibn ‘Athaillah berkata, Sesungguhnya Allah telah mengatur rezeki manusia dan mencukupinya sesuai dengan usia yang akan di lalui manusia sepanjang hayatnya. Anugerah Allah berupa rezeki, benar-benar telah dirancang untuk manusia. Rancangan Allah ini terbagi dengan adil untuk setiap orang, menurut kemampuan mereka masing-masing. Jangan Malas. Giatlah kita dalam bekerja, jemputlah rezeki yang telah Allah rancang untuk manusia. Allah memerintahkan manusia agar terus menerus berusaha mendapatkan anugerah Allah di dunia agar memperoleh manfaat dari semua pemberian Allah. Tetapi ingatlah, jangan kita tertipu oleh kesenangan dunia dan gemerlapnya dunia, sehingga lupa hidup di akhirat dan batas usia. Manusia di beri rezeki sebatas usianya, jangan sampai kita menjadi orang yang tamak setelah mendapatkan rezeki dari Allah